Analisis:
Dalam
penyajian sebuah berita, wartawan menggunakan istilah, kata atau rangkaian
kalimat yang terkadang membuat pembaca sulit untuk memahaminya. Tidak
jarang pula pemilihan kata atau diksi yang kurang tepat serta penggunaan
istilah dan kata yang berlebihan bahkan terkesan vulgar dalam sajian beritanya,
sehingga dapat menimbulkan persepsi atau pemaknaan yang berbeda terhadap
informasi yang disampaikan bagi pembaca. Berbicara mengenai kode etik
jurnalistik, tentu tidak lepas dari pasal-pasal yang yang berkaitan dengan
gender, orientasi seksual, pencabulan maupun pornografi di dalamnya. Gender
dalam hal ini perempuan tak jarang mendapat sorotan negatif dari wartawan
melalui pemberitaannya di media online. Di sini wartawan berperan
cukup penting, mengingat media yang seharusnya menjadi agen sosialisasi perlindungan
perempuan malah menyebabkan adanya “cap” buruk bagi perempuan. Dalam berita ini,
wartawan melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 3, yang berbunyi, “Wartawan Indonesia tidak membuat berita,
tulisan atau gambar yang memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis,
dan sensasi berlebihan.” Pada berita di atas terpampang jelas bahwa gambar
yang disisipkan merupakan gambar cabul (tindakan asusila), yang terlihat erotis
dan tidak layak. Pada gambar tersebut nampak jelas terlihat para pelaku asusila
dan korban bahagia melakukan tindakan tidak terpuji itu. Walaupun gambar
tersebut sudah disensor, tetap saja terlihat tidak patut dan dapat menimbulkan
nafsu birahi. (erika nofia)
0 komentar:
Posting Komentar